Sekilas mengenal adat suku Dayak dalam hal pertunangan dan menuju perkawinan serta denda, Setelah tanda ikatan diserahkan kepada
calon isteri oleh Kepala Adat melalui
orang tua gadis tersebut, resmilah sudah pertunangan dari pada calon kedua mempelai. Dalam kesempatan menyerahkan
tanda Ikatan itu Kepala Adat telah pula
merundingkan waktu dari pada upacara pesta perkawinan dengan orang tua gadis,dan apabila telah dicapai
kata sepakat tentang waktunya dilangsungkannya upacara perkawinan mereka !!
Maka Kepala Adat kembali ke
rumah orang tua pemuda
untuk memberitahukan rencana pesta perkawinan tersebut. Keistimewaan dari Kepala Adat biasanya ia
mempunyai hak menentukan waktu yang baik
untuk melangsungkan upacara pesta perkawinan tersebut, tetapi juga tidak begitu mutlak, dan pihak orang tua
kedua mempelai tetap masih mempunyai
kekuasaan menentukan hari pesta perkawinan putera puterinya sesuai dengan keinginannya. Menurut adat jika ”tanda
ikatan” sudah diterima oleh orang tua
si gadis !.
Kemudian gadis tersebut
diperkenankan mengikuti calon suaminya dan boleh tinggal serumah sebagai suami
isteri. Maksud daripada tradisi itu
adalah agar kedua belah pihak dari calon suami isteri dapat lebih
mengetahli akan keadaannya
masing-masing, baik dari segi kebaikan moril atau pun dapat langsung dihayati bagaimana kesanggupan
dan tanggung jawab masing- masing nantinya
sebagai suami isteri, jika ia sudah benar-benar mampu berumah tangga sendiri guna melayarkan bahtera hidupnya atau rumah tangganya sendiri.
Tentang cobaan hidup berumah tangga itu dapat dilihat
apakah calon suami isteri itu sudah
dapat dan matang untuk berumah tangga, dan tidak jarang ditemui setelah mereka calon suami itu hidup
bersama sebagai suami /istri dalam suatu
rumah terjadi ketidak cocokan dan mengakibatkan perceraian,apabila terjadi
perceraian sebelum mereka melangsungkan upacara perkawinan itu, maka Kepala Adatlah yang bertanggung
jawab untuk menyelesaikan peristiwa tersebut. Kepala Adat mempunyai
wewenang mengadili/memberikan sangsi
itu, dan kepada pihak yang bersalah, yaitu pihak yang menggagalkan
pe- tunangannya akan diambil suatu
tindakan yang disebut ”Denda’’
Upacara denda ini disaksikan oleh masyarakat Kampung, orang tua kedua calon
mempelai yang langsung dipimpin oleh Kepala Adat. Menurut kebiasaan kepada
siapa yang bersalah, baik pria atau pun wanitanya akan sangsi hukuman DAN denda dengan jalan menebusnya/menyerahkan
Antang (Gong) kepada pihak yang tidak
bersalah melalui Kepala Adat,jumlah Antang yang
diserahkan tergantung kepada kemampuan dan beratnya kesalahan yang diperbuat
pelakunya, jadi bisa satu Antang, atau dua antang dan seterusnya.(tergantung besar kecilnya pelanggaran)
Sebaliknya apabila masa
pertunangan ini berjalan sebagaimana adanya maka kedua calon mempelai dapat dan
mampu untuk meneruskan ke pernikahan atau upacara pesta perkawinannya, maka
kemudian dilaksanakanlah upacara
perkawinan secara adat suku Dayak yang berlaku.
Jadi di dalam adat suku Dayak
juga mengenal istilah pertunangan(mereka sudah hidup bersama) ,namun bila disaat pertunangan itu ada yang
melanggar perjanjian hingga terjadi batalnya ‘’perkawinan’’ maka fihak yang
dianggap melakukan kesalahan akan mendapat denda dari Kepala adat,dengan menyesuaikan
kadar kesalahannya.
Demikian dan semoga ada
manfaatnya untuk kita sekalian,dan bila ada yang kurang dalam paparan ini,mohon
kiranya di luruskan/dtambahkan pada kolom komentar,sekian salam.
Silakan berkomentar di blog alfiforever,DAN terima kasih,bila telah mengisi form ,dengan saling menghargai !,salam